Patahudding; Antar Anak Ke Sekolah Dan Upacara Bendera

LUWU, GOWAMEDIA.COM - Pagi itu, langit Cilallang diselimuti kabut tipis. Jam masih menunjukkan pukul 06.45 WITA ketika sosok H. Patahudding, S.Ag., Bupati Luwu, turun dari kendaraan dinasnya. Namun bukan menuju kantor atau gedung pertemuan, melainkan memasuki halaman Madrasah Ibtidaiyah An-Nur Cilallang, tempat sang buah hati memulai hari pertama sekolah.
Dengan langkah mantap dan senyum bersahaja, ia menggandeng tangan anaknya. Di antara hiruk-pikuk pagi, suara bel sekolah dan tawa anak-anak, ia hadir bukan sebagai pejabat, tetapi sebagai seorang ayah — hadir sepenuhnya, dengan waktu, perhatian, dan cinta.
“Sesuai dengan imbauan terkait Gerakan Ayah Mengantar Anak, hari ini sebelum memulai aktivitas di kantor, saya mengantar anak ke sekolah. Ini bagian dari upaya memperkuat peran ayah dalam pengasuhan dan mendukung tumbuh kembang anak,” ungkapnya kepada sejumlah awak media.
Tindakan ini merupakan bagian dari Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah, yang digaungkan secara nasional oleh BKKBN melalui Surat Edaran Nomor 613/PK.01.01/J22/2025. Gerakan ini menjadi bagian dari inisiatif besar bertajuk Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), yang mendorong keterlibatan ayah dalam pengasuhan anak — secara emosional, psikologis, dan sosial.
Di tengah kesibukan sebagai kepala daerah, langkah sederhana Bupati Luwu mengantar anak ke sekolah menjadi pesan kuat: pengasuhan bukan hanya tugas ibu, dan cinta seorang ayah bukan hanya ditunjukkan lewat nafkah, tetapi juga melalui waktu, kehadiran, dan keteladanan.
Lebih dari itu, Patahudding tidak hanya berhenti di gerbang sekolah. Ia ikut berdiri bersama orang tua lain, menyaksikan upacara pengibaran bendera, menghormati Merah Putih yang berkibar pelan di bawah langit pagi. Momen ini, sederhana namun bermakna, menjadi gambaran nyata bahwa pendidikan karakter dimulai dari rumah, dan pemimpin yang baik, harus lebih dulu menjadi ayah yang baik.
Kehadiran Bupati Luwu bukan semata aksi simbolik, melainkan pesan kuat tentang perubahan paradigma dalam pengasuhan. Selama ini, peran ayah sering kali hanya dilihat dari sisi pemberi nafkah. Padahal, keterlibatan langsung ayah sangat penting dalam pembentukan karakter dan kesehatan mental anak.
Dalam perspektif pembangunan keluarga, langkah ini adalah bagian dari pendekatan holistik dan humanis. Dengan semakin banyak ayah yang sadar akan tanggung jawab pengasuhan, maka kualitas keluarga pun akan meningkat.
Di tengah isu-isu global yang kompleks — mulai dari krisis iklim hingga disrupsi teknologi — sering kali kita lupa bahwa solusi besar bermula dari tindakan kecil. Seorang pemimpin yang bersedia berhenti sejenak untuk mengantar anaknya ke sekolah telah menunjukkan bahwa pembangunan manusia bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga tentang kehadiran dan perhatian.
Patahudding telah memberikan narasi berbeda tentang kepemimpinan: bukan hanya soal kebijakan, tetapi soal teladan. Bukan hanya soal mengatur orang lain, tetapi soal mengatur dirinya sendiri untuk hadir dalam ruang-ruang yang paling personal: rumah, keluarga, dan masa depan anak.
Di Madrasah An-Nur Cilallang, pagi itu, mungkin tak ada pidato panjang, tak ada konferensi pers. Namun dari langkahnya yang pelan, dari sorot matanya yang tenang, dari genggaman tangannya pada sang anak, publik menyaksikan sesuatu yang jauh lebih kuat: cinta yang tidak hanya dirasakan, tapi ditunjukkan.
Dan dari gerbang sekolah itulah, sebuah pesan besar tentang keluarga, pendidikan, dan harapan bangsa pun disuarakan — bukan lewat mikrofon, tapi lewat tindakan nyata seorang ayah, yang juga seorang pemimpin. (*)