Prof. Nurhidayat Muh. Said Guru Besar Ilmu Dakwah UINAM: Dakwah Di Era AI Harus Cakap Tradisi, Tanggap Teknologi
MAKASSAR, GOWAMEDIA.COM — Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar akan menggelar Rapat Senat Terbuka Luar Biasa pada Selasa, 14 Oktober 2025, di Auditorium UIN Alauddin Kampus Samata, Gowa, untuk mengukuhkan Prof. Dr. Nurhidayat Muh. Said, M.Ag sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Dakwah.
Selain Prof Nurhidayat, tiga uru besar lainnya yang akan dikukuhkan, yakni: Prof. Dr. Muljono Damopolii, M.Ag. dalam Bidang Pemikiran Pendidikan Islam, Prof. Dr. Hj. Syamzan Syukur, M.Ag. dalam bidang Historiografi Islam, Prof. Dr. H. La Ode Ismail Ahmad, S.Ag., M.Th.l. dalam bidang Sosiologi Hadis.
Acara pengukuhan ini akan dipimpin langsung Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan, MA, Ph.D, serta dihadiri para anggota senat universitas, pimpinan fakultas, sivitas akademika, dan para tamu undangan dari berbagai lembaga keilmuan dan organisasi keislaman.
Menjelang hari bersejarah itu, Redaksi GOWAMEDIA.COM telah menerima naskah resmi pidato ilmiah Prof. Nurhidayat yang akan dibacakan pada acara pengukuhannya.
Pidato berjudul “Artificial Intelligence: Peluang dan Tantangan Dakwah di Era Digital” tersebut menjadi refleksi ilmiah sekaligus ajakan moral bagi dunia dakwah untuk tidak takut menghadapi kemajuan teknologi, melainkan menjadikannya sebagai ruang baru penyebaran nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin.
Menurut Prof. Nurhidayat, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) bukanlah ancaman bagi dakwah, melainkan peluang besar untuk memperluas jangkauan pesan keislaman hingga ke ruang digital yang tak terbatas.
“AI bukan musuh dakwah. Ia adalah mitra yang, bila digunakan dengan bijak, dapat memperluas rahmat Islam ke ruang-ruang digital yang tak terbatas,” tulisnya.
Ia menggambarkan bagaimana teknologi AI mampu membantu penyebaran dakwah dalam berbagai format, mulai dari teks, video, hingga podcast, menerjemahkan ceramah ke berbagai bahasa, serta menyediakan chatbot Islami yang dapat menjawab pertanyaan dasar keagamaan kapan saja.
Namun, di balik peluang besar itu, ia juga mengingatkan tentang bahaya dehumanisasi dakwah ketika manusia digantikan oleh mesin yang kering empati.
“AI bisa menjawab pertanyaan agama, tetapi tidak bisa menggantikan sentuhan hati dan kehangatan manusia. Dakwah harus tetap berpihak pada kemanusiaan, bukan sekadar algoritma,” ujarnya.
Prof. Nurhidayat menawarkan empat gagasan strategis untuk membangun paradigma dakwah baru di tengah perkembangan teknologi.
Pertama, menyerukan pentingnya dakwah kolaboratif yang melibatkan ahli teknologi, programmer, dan pakar komunikasi digital agar dapat melahirkan platform dakwah berbasis AI yang otentik dan kontekstual.
Kedua, menekankan perlunya kode etik dan regulasi dakwah digital yang mengatur validasi konten keislaman, transparansi algoritma, serta larangan penyebaran informasi keagamaan yang menyesatkan.
Ketiga, mendorong penguatan literasi digital bagi para dai dan lembaga dakwah agar mampu memahami cara kerja media sosial, algoritma, serta bahaya disinformasi di ruang digital.
Keempat, mengajak para akademisi untuk membangun pendekatan interdisipliner dalam studi dakwah yang memadukan teologi, komunikasi, sosiologi, teknologi informasi, dan filsafat ilmu.
Lebih jauh, Guru Besar kelahiran Barowa, Luwu, menyoroti tiga tantangan besar yang harus diantisipasi di era AI: etika dan otentisitas keislaman dalam konten dakwah, risiko hilangnya sentuhan kemanusiaan dalam interaksi dakwah digital, serta ketimpangan akses teknologi antara masyarakat urban dan rural.
Menurutnya, dakwah yang baik bukan hanya yang mampu beradaptasi dengan teknologi, tetapi juga yang mampu menjangkau mereka yang tertinggal dari arus modernisasi.
“Jangan takut dengan kemajuan zaman. Jadilah Muslim yang cakap dalam tradisi dan tanggap dalam inovasi,” tulisnya menutup bagian reflektif pidatonya.
Profil dan Kiprah Akademik
Prof. Nurhidayat Muh. Said lahir di Barowa, Luwu, pada 15 April 1971. Ia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Luwu dan Palopo, kemudian menempuh pendidikan tinggi di IAIN Alauddin Makassar (S1, 1994), melanjutkan ke Program Pascasarjana IAIN Alauddin (S2, 1999), dan meraih gelar doktor di bidang Dakwah dan Komunikasi dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009).
Karier akademiknya dibangun dari ruang-ruang kuliah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Alauddin, di mana ia pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Jurnalistik, Wakil Dekan Bidang Akademik, Ketua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Pascasarjana, serta Auditor Penjaminan Mutu Universitas.
Selain dikenal sebagai akademisi, Prof. Nurhidayat juga aktif dalam berbagai organisasi keislaman dan keilmuan. Ia menjabat sebagai Ketua Majelis Dakwah IPHI Sulawesi Selatan, Wakil Ketua DPP IMMIM Makassar, anggota Komisi Pendidikan Karakter ICMI Sulawesi Selatan, dan anggota MUI Sulsel.
Ia telah menulis puluhan karya ilmiah, di antaranya Dakwah di Lintas Batas, Metodologi Penelitian Dakwah dan Komunikasi, dan Digitalisasi Dakwah Berbasis Kearifan Lokal. Karya-karyanya banyak membahas relasi antara agama, media, dan masyarakat, terutama dalam konteks perubahan sosial dan tantangan era digital.
Sebagai penutup, Prof. Nurhidayat menulis dengan nada penuh refleksi bahwa menjadi Guru Besar bukan sekadar capaian akademik, melainkan amanah keilmuan untuk terus belajar, mengajar, dan berdakwah dengan cinta dan tanggung jawab.
“Semoga setiap pengetahuan yang kita bagi menjadi amal jariyah, dan setiap langkah kita menjadi saksi cinta kita kepada umat dan kepada Allah SWT,” ujarnya. Dengan pengukuhan ini, Prof. Nurhidayat meneguhkan posisinya sebagai salah satu pemikir dakwah kontemporer yang menjembatani agama, ilmu, dan teknologi menuju dakwah yang humanis, beretika, dan membumi.(*)