KPAI Soroti Ancaman Ganda Jajanan Anak Berlabel Halal Palsu

KPAI Soroti Ancaman Ganda Jajanan Anak Berlabel Halal Palsu

JAKARTA, GOWAMEDIA.COM-Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinan mendalam atas temuan BPOM dan BPJPH mengenai sembilan produk jajanan anak berlabel halal palsu yang mengandung unsur babi. 

Wakil Ketua KPAI Jasra Putra menegaskan kasus ini bukan sekadar pelanggaran regulasi, melainkan membawa ancaman multidimensional bagi tumbuh kembang anak Indonesia. 

"Ini adalah bentuk kekerasan terselubung terhadap anak yang berdampak pada aspek keagamaan, kesehatan, dan psikologis," tegas Jasra.

Dari perspektif perlindungan anak, KPAI mengidentifikasi tiga dampak utama yang saling berkaitan. Pertama, dari aspek keagamaan, pencantuman label halal palsu dinilai sebagai pelanggaran hak konstitusional anak untuk mendapatkan produk sesuai keyakinan agama. 

Data KPAI menunjukkan 87% populasi anak Indonesia berasal dari keluarga muslim yang sangat memperhatikan aspek kehalalan produk. Kedua, dari segi kesehatan, kandungan gelatin babi dan kadar gula tinggi dalam produk-produk tersebut berpotensi menyebabkan gangguan metabolisme, alergi, hingga penyakit degeneratif. Ketiga, dari sisi perlindungan konsumen, anak-anak sebagai kelompok rentan menjadi korban dari praktik bisnis yang tidak bertanggung jawab.

KPAI mendesak pendekatan penanganan yang holistik dan berlapis. Di tingkat preventif, diperlukan penguatan regulasi dengan sanksi lebih berat khusus untuk pelaku yang menargetkan konsumen anak. Pada aspek kuratif, harus dilakukan penarikan total produk dari seluruh rantai distribusi hingga ke pelosok daerah. 

Baca juga:

https://www.gowamedia.com/read/waspada-bpjph-temukan-9-produk-pangan-mengandung-unsur-babi

Sementara di tingkat rehabilitatif, pemerintah perlu menyediakan layanan pemeriksaan kesehatan gratis bagi anak-anak yang terpapar produk-produk bermasalah tersebut. 

"Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk memetakan dampak kesehatan jangka panjang dari kasus ini," tambah Jasra.

Sebagai langkah konkret, KPAI meluncurkan Gerakan Nasional Perlindungan Konsumen Anak yang terdiri dari tiga pilar utama. Pertama, program "Jajanan Anak Aman dan Halal" yang akan diterapkan di sekolah-sekolah dan pesantren seluruh Indonesia. 

Kedua, pengembangan aplikasi pemindai barcode produk untuk memudahkan verifikasi kehalalan oleh orang tua. Ketiga, pembentukan Satgas Pangan Anak yang melibatkan pelajar sebagai agen perubahan di lingkungan mereka masing-masing.

Kasus ini menurut KPAI harus menjadi momentum untuk membangun sistem pengawasan yang lebih ketat. "Kami mendorong pembentukan tim gabungan pengawasan pangan anak yang melibatkan BPOM, BPJPH, Kementerian Perdagangan, dan organisasi masyarakat," papar Jasra. 

KPAI juga mengingatkan pentingnya peran aktif orang tua dan guru dalam mengawasi produk yang dikonsumsi anak-anak sehari-hari.

Di tingkat kebijakan, KPAI merekomendasikan revisi UU Perlindungan Konsumen dengan memasukkan ketentuan khusus tentang perlindungan konsumen anak. 

"Pelaku usaha yang sengaja menargetkan anak dengan produk tidak sesuai label harus dikenai sanksi maksimal," tegas Jasra. Rekomendasi lain termasuk penguatan kapasitas laboratorium penguji halal dan sistem pelacakan produk dari hulu ke hilir.

Sebagai penutup, KPAI menegaskan komitmennya untuk terus memantau perkembangan kasus ini. "Kami akan pastikan tidak ada lagi anak Indonesia yang menjadi korban dari praktik bisnis tidak bertanggung jawab semacam ini," pungkas Jasra. 

Masyarakat diimbau untuk melaporkan temuan serupa melalui hotline KPAI atau aplikasi layanan pengaduan yang tersedia.(*)