Khutbah Idul Adha 1446 H/2025 M Makna Kurban: Bersyukur Dan Berbagi Pada Sesama

SUNGGUMINASA, GOWAMEDIA.COM– Ratusan jamaah memadati jalan poros kompleks BTN Andi Tonro Permai, Sungguminasa, Gowa, Jumat 6 Juni 2025 pagi, dalam pelaksanaan Salat Idul Adha 1446 H/2025 M.
Kegiatan yang penuh kekhidmatan ini bertema “Berkurban untuk Berbagi, Meningkatkan Solidaritas dan Kepedulian”, diselenggarakan PBHI Kerukunan Keluarga Andi Tonro dengan menghadirkan khatib Dr. Syamsuar Abdul Jabbar, S.Ag., M.Pd.I dan Muh. Asy’ari sebagai imam.
Dalam khutbahnya, Dr. Syamsuar mengingatkan pentingnya mensyukuri nikmat Allah sekecil apa pun itu dan jangan pernah mengkufurinya. Ia membuka khutbah dengan penggalan ayat QS. Al-Ma’idah: 3,
"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu."
Ini menandai puncak kesempurnaan agama Islam. Menurutnya, ayat ini merupakan pesan transformasi bagi umat Islam agar meneguhkan hati dan keyakinan kepada Allah.
Dr Syamsuar menyebut tiga pesan utama dalam ayat ini: bahwa Islam adalah agama tertinggi dan sempurna, bahwa Islam tidak hanya menyangkut hubungan dengan Allah tetapi juga dengan manusia dan alam semesta, serta bahwa Islam harus senantiasa dihadirkan dalam hati dan kehidupan sehari-hari.
Ayat ini adalah transformasi bagi kita semua untuk meneguhkan hati, bahwa Islam itu tinggi, hanya Islam agama di sisi Allah Swt. Islam tidak hanya hubungan dengan Tuhan, tetapi juga hubungan dengan manusia dan alam semesta. Karena itu, mari kita hadirkan hati kita agar terkoneksi dengan agama Allah.
Dr. Syamsuar menekankan bahwa makna kurban bukan sekadar penyembelihan hewan, tetapi sebuah perwujudan rasa syukur dan bentuk penghambaan kepada Allah. Ia menukil QS. Al-Kautsar yang memerintahkan untuk salat dan berkurban sebagai bukti syukur atas nikmat yang “bukan sedikit, bukan banyak, tetapi terlalu banyak.”
Nikmat Allah, katanya, tidak pernah salah alamat dan selalu sesuai dengan kebutuhan hamba-Nya. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk selalu bersyukur dan menjaga kesadaran spiritual bahwa seluruh hidup ini adalah milik Allah, sebagaimana dalam QS. Al-An’am: 162: “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
Kita ini punya kontrak dengan Allah sejak sebelum kita lahir, seperti dalam Surat Al-A’raf ayat 172: "(Allah berfirman): 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab: 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.'"
Khatib juga menyoroti keteladanan Nabi Ibrahim AS dalam mendidik dan membangun komunikasi dalam keluarga. Saat Ibrahim bermimpi diperintahkan menyembelih anaknya, Ismail, ia tidak memaksakan kehendak, melainkan berdialog secara tulus.
Ibrahim berkata: "Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia (Ismail) menjawab: "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (QS. As-Saffat: 102)
Dialog ini menggambarkan ketaatan, keikhlasan, dan komunikasi penuh hikmah antara ayah dan anak dalam menjalankan perintah Allah. Ini menjadi teladan agung dalam pengorbanan, ketaatan, serta hubungan keluarga yang dilandasi iman. Dari sini, kita belajar bahwa komunikasi yang baik dalam keluarga merupakan kunci keteguhan iman dan kesepahaman spiritual.
Lebih lanjut, Dr. Syamsuar menekankan, semangat berbagi hanya akan tumbuh jika kita ridha terhadap takdir dan rezeki yang dititipkan Allah. Harta yang sebenarnya bukanlah yang kita simpan, tetapi yang kita berikan kepada sesama. Ia mengingatkan bahwa QS. Al-Ma’un menjadikan sikap peduli terhadap yatim dan orang miskin sebagai tolak ukur keimanan. Orang yang tidak peduli terhadap mereka disebut sebagai pendusta agama.
Menutup khutbahnya, khatib mengajak jamaah untuk memperkuat pengabdian kepada orangtua. Ia menegaskan bahwa tidak akan ada kebaikan dalam diri seseorang yang durhaka kepada orangtuanya. Ridha Allah sangat tergantung kepada ridha kedua orangtua. Ia mengutip perintah dalam QS. An-Nisa: 36 agar kita hanya menyembah Allah dan senantiasa berbuat baik kepada orangtua sebagai bagian dari bentuk ketundukan dan ketaatan kepada ajaran Islam.
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua..."
Momen Idul Adha ini menjadi pengingat bagi seluruh umat Islam untuk memperkokoh iman, memperluas syukur, mempererat solidaritas, dan memperdalam kepedulian terhadap sesama. Kurban bukan sekadar ritual, tetapi simbol totalitas penghambaan, keikhlasan berbagi, dan pengakuan bahwa segala sesuatu yang kita miliki hanyalah titipan dari Allah SWT. (*)