DKPP: Faktor Kedekatan Tantangan Integritas Pemilu, Sulsel Sumbang 21 Dari 565 Aduan Pelanggaran Etik
RAKOR. Ketua DKPP RI Heddy Lugito didampingi Sekretaris DKPP, David Yama memberikan keterangan terkait Rakor Penyelenggara Pemilu di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, pada 24-26 Oktober 2024.
MAKASSAR, GOWAMEDIA.COM–Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI menerima 565 aduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terkait Pilkada 2024 per 25 Oktober 2024. Dari jumlah ini, 21 aduan berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Ketua DKPP RI, Heddy Lugito, menyebutkan bahwa kemungkinan pelanggaran etik dalam Pilkada 2024 lebih besar dibandingkan pemilu legislatif dan pilpres sebelumnya.
Hal ini, menurutnya, terkait dengan kedekatan antara penyelenggara pemilu dan peserta di tingkat daerah, baik dari aspek geografis maupun emosional. Kedekatan ini, bisa terjadi antara calon kepala daerah dengan ketua KPU atau Bawaslu yang mungkin saling mengenal atau bahkan memiliki hubungan kekerabatan.
“Kedekatan dalam hal geografis maupun dalam hal emosional. Calon bupati, calon gubernur pasti saling mengenal dengan ketua KPU dan Bawaslunya. Dan mereka pasti punya tim sukses saudaranya, kadang-kadang bersaudaraan dengan penyelenggara pemilu,” ungkap Heddy Lukito usai membuka (Rakor) Penyelenggara Pemilu di Kota Makassar, Jumat (25/10).
Heddy menegaskan, meningkatnya jumlah aduan bukan disebabkan rendahnya integritas penyelenggara, melainkan akibat tekanan lingkungan dan eskalasi politik yang memengaruhi kestabilan integritas para penyelenggara pemilu.
“Bulan Oktober 2024 masih berjalan, tapi aduan yang diterima DKPP sudah mencapai 173 persen dari jumlah aduan yang diterima pada 2023. Oleh karena itu kami ingin menjadikan Rakor ini sebagai pengingat bagi penyelenggara Pemilu untuk bekerja dengan baik dalam pelaksanaan Pilkada 2024,” kata Heddy.
Rakor ini dianggapnya penting sebagai langkah preventif untuk menjaga integritas pelaksanaan Pilkada 2024 dan menekan tingginya angka pelanggaran etik.
"Kami harap Rakor ini menjadi pengingat bagi penyelenggara untuk bekerja dengan baik," tambah Heddy.
Lebih jauh, Heddy menjelaskan peran utama DKPP bukan sekadar mengadili dan memberi sanksi, tetapi untuk memberikan edukasi mengenai kepatuhan terhadap etik agar pelanggaran dapat dicegah.
“Tugas utama kami adalah menjaga marwah lembaga penyelenggara,” jelasnya, sembari menambahkan bahwa tindakan pemberian sanksi hanya dilakukan untuk menjaga kredibilitas lembaga penyelenggara pemilu, sehingga hasil pemilu bisa dianggap sebagai representasi suara publik yang sebenarnya.
Rakor ini diikuti 518 penyelenggara pemilu, termasuk 21 Ketua KPU dan Bawaslu tingkat provinsi, serta 238 Ketua KPU tingkat kabupaten/kota dari 21 provinsi di Indonesia tengah dan timur, termasuk wilayah Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.(gm)